Mengapa Anak-anak Tak Ingin Menjadi Dewasa

Sebagai orang dewasa, kita mengingat permainan anak-anak hanya sebagai ajang untuk bernostalgia. Kadang kala ada yang ingin kembali muda dan berharap tidak pernah menjadi dewasa, laiknya Peter Pan dalam cerita-cerita lama. Mengapa? Ya. Ketika menjadi dewasa, kita menyadari hidup ini ternyata cukup rumit untuk dijalani—dalam lingkup individu, sosial maupun finansial.

Namun, sebuah serial yang akhir-akhir ini cukup marak diperbincangkan mencoba menafikan bahwa permainan anak-anak tidak dapat dimainkan orang dewasa. Ya, Squid Game! Serial yang diproduksi oleh Netflix ini disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk, yang juga merangkap sebagai penulis naskah. Mengingat serial-serial maupun film Korea Selatan yang kini mulai marak bermunculan di kancah perfilman dunia—seperti Parasite. Squid Game, thriller yang mencoba mengangkat tema permainan anak-anak—ketika menonton serial ini, saya mengingat beberapa serial serta film yang pernah saya tonton sebelumnya, seperti Alice in Borderland dan Hunger Games atau manga Tomodachi Game maupun Real Account, tetapi, dengan mengangkat tema permainan anak-anak, tentunya, serial ini cukup memiliki daya tarik yang berbeda.

Kembali ke topik utama, mengapa anak-anak tidak ingin menjadi dewasa. Dalam serial ini mengungkap betapa rindunya seorang kakek terhadap permainan masa kecilnya, Oh Il-nam namanya. Mengingat betapa peliknya situasi yang kita alami ketika menjadi dewasa, entah itu krisis waktu, finansial atau jati diri. Pikiran kita cukup sesak dipenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan atas predikat “dewasa”.

Maka dari itu, serial ini menampilkan kehadiran permainan anak-anak yang berwarna, cukup kontras dengan para pesertanya—orang dewasa yang terdiri dari kebanyakan orang tua. Dengan daya nalar orang dewasa, ketamakan dan keinginan untuk bertahan. Serial ini mengungkap betapa pedihnya realita kehidupan kita sebagai orang dewasa—bahkan, saat memainkan permainan anak-anak.

Banyak adegan dalam serial ini yang bersifat sadis, jauh dari perlakuan bersahaja yang dilakukan dalam permainan anak-anak. Pengkhianatan yang bahkan berakhir dengan pembunuhan. Tidak ada yang menyalahkan, dalam serial ini, mungkin, ingin menunjukkan bahwa itulah sifat kita, orang dewasa yang kadang tamak dan ingin meraih semuanya sendirian.

Dalam lain hal pula, serial ini menunjukkan bagaimana tindak kesetiaan-kawan yang ditampilkan oleh tokoh utama, Seong Gi-hun dengan Kang Sae-byeok pada episode-episode akhir. Namun, pula bagaimana tingkah yang ingin terus membenarkan tindakannya, seperti yang dilakukan Cho Sang-woo. Mungkin memang benar, ketika kecil kita pernah melakukan hal-hal seperti ini, namun jika dilihat dari mata anak-anak, kita sebenarnya lebih berbelas-kasih ketika masih kecil dari pada kala menjadi dewasa. Sejak kecil kita mengerti bagaimana moralitas bekerja di dunia kita. Kita mengerti bahwa memukul, berkhianat, menipu adalah kejahatan—tidak membenarkan alasan apa pun untuk melakukan itu. Mungkin, itulah mengapa kita sedari kecil pernah mengatakan tidak ingin menjadi dewasa.

Lalu, apakah kita masih perlu bertanya-tanya mengapa ada anak-anak yang tidak ingin menjadi dewasa?

Banjarmasin, 24 September 2021

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai